Page 2 - Policy Brief
P. 2

PENDAHULUAN




           Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin dalam salah satu acara di Perguruan Tinggi (PT) menyatakan, pemerintah membutuhkan peran dan kontribusi
           nyata terutama kalangan Perguruan Tinggi, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran
           moderasi beragama untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai salah satu fokus yang tercantum dalam RPJMN 2020 - 2024, moderasi
           beragama merupakan salah satu isu bangsa yang dipandang penting untuk penguatan pemahaman dan pengamalan beragama yang moderat, inklusif
           dan toleran.

           Permasalahan yang muncul adalah kesadaran dan pemahaman moderasi beragama di kalangan Perguruan Tinggi dirasakan masih rendah, hal ini
           dibuktikan  dengan  hasil  survei  kualititatif  dari  SETARA  Institute  pada  tahun  2019  tentang  10  PTN yang  telah  terindikasikan  terpapar  paham
           radikalisme. Menurut SETARA, 10 PTN yang terindikasi tersebut antara lain mulai dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM),
           Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Bandung (ITB), sampai Institut Pertanian Bogor (IPB). Ditengarai paham radikalisme ini bukan hanya
           mengenai kalangan mahasiswanya saja, namun juga sampai pimpinan PTN. Bahkan di salah satu PTN besar di daerah Bogor disebutkan bahwa masjid
           menjadi salah satu tempat kaderisasi kelompok radikal.
                                            Selain SETARA Institute, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2018 merilis tujuh
                                            perguruan tinggi negeri yang terpapar radikalisme. Begitu juga Badan Intelijen Negara (BIN) pada
                                            tahun yang sama, menyebut ada 39 persen mahasiswa di 15 Provinsi yang terpapar paham radikal.
                                            Sedangkan  survei  Alvara  Research  Center  (2017)  mengindikasikan  hal  serupa  bahwa  ada
                                            kecenderungan pemahaman dan sikap intoleran dan radikal di kalangan mahasiswa. Lembaga Ilmu
                                            Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan gerakan radikal telah menyasar kampus-kampus dalam
                                            rangka radikalisasi hingga rekrutmen kader dengan memanfaatkan diskusi-diskusi dan organisasi
                                            mahasiswa di kampus.
                                            Moderasi beragama sendiri mulai digaungkan sebagai respon kasus penyerangan menara kembar
                                            World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001 di New York, Amerika Serikat. Tepatnya tahun
                                            2003, bertepatan juga dengan terbentuknya International Conference of Islamic Scholars (ICIS) yang
                                            memiliki peran dalam diplomasi publik Indonesia.

                                            Saat  isu  terorisme  internasional  mencuat,  Indonesia  berupaya  menciptakan  persepsi  positif
                                            masyarakat internasional mengenai Islam yang modern dan demokratis. Selain Pemerintah, ulama
                                            melalui  ICIS  mengambil  peran  untuk  menjelaskan  eksistensi  Islam  Indonesia,  karena  Ulama
                                            dianggap memiliki jaringan luas dan pengetahuan agama yang lebih mumpuni.




           Selain isu tentang terorisme internasional, moderasi beragama muncul dalam kaitannya dengan wacana sertifikasi ulama pada tahun 2012. Namun
           saat ini implementasi moderasi beragama sendiri sudah masuk dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024, ini
           menandakan moderasi beragama sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia, dan perlu diturunkan ke dalam kebijakan dan program secara
           konkret dan serius.
          1      Munculnya Kejadian Intoleransi Beragama di Perguruan Tinggi



















                 Toleransi diartikan sikap yang dapat menerima dan dengan sukarela memahami atas hal-hal yang ada pada orang lain, dengan menghormati
                 dan  menghargai  perbedaan  dengan  tujuan  agar  muncul  rasa  damai,  aman  atas  keberagaman  yang  ada.  Namun,  dengan  munculnya
                 formalisme keagamaan di ruang publik, melahirkan perilaku intoleran. Intoleransi adalah kebalikan dari toleransi. Intoleransi mengancam
                 segi-segi keberagaman yang kita miliki.

                 Terlihat dari grafik atas hasil survei SETARA Institute dan Wahid Foundation, terhadap pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan
                 menunjukkan angka yang konstan di kisaran 180 - 200an peristiwa setiap tahun, yang intinya menunjukkan bahwa kerukunan kita terganggu
                 oleh fakta pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan setiap tahun.






                               KAWAL MODERASI BERAGAMA DI PERGURUAN TINGGI
             2     POLICY BRIEF   |  DENGAN BELA NEGARA
   1   2   3   4   5   6