Page 3 - Policy Brief
P. 3
Pengawasan dari Balai Taman Nasional dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait dampak eksploitasi besar-besaran pertambangan pasir
gunung api dengan menggunakan alat-alat besar (mekanik) juga belum optimal. Seringkali instansi baru turun ke
lapangan setelah mendapat aduan dari masyarakat atau permasalahan sudah viral di media. Pengawasan yang
seharusnya dilakukan secara berkala seringkali tidak dilakukan. Selain itu, titik penambangan pasir gunung api yang
sering kali berpindah-pindah juga menjadi salah satu penyebab sulitnya dilakukan pengawasan cakupan luas
tambang pasir oleh Pemeritah Daerah setempat.
3 Tidak adanya sanksi tegas dari aparat dan atau instansi terkait
Banyaknya aduan masyarakat yang mengeluhkan penambangan pasir ilegal telah beroperasi sekian lama menjadi
salah satu akibat dari tidak adanya sanksi tegas dari aparat dan atau instansi terkait.
Operasi sidak yang dilakukan oleh aparat Kepolisian seringkali dikeluhkan tidak memberikan efek jera bagi para
penambang pasir ilegal. Masyarakat juga seringkali mengeluhkan bahwa penindakan tegas hanya dilakukan kepada
penambang pasir dari kalangan masyarakat/perorangan, bukan kepada pengusaha dengan modal besar yang juga
sering kali melakukan penambangan pasir di luar wilayah perizinannya.
Laporan dari warga Klaten dan Magelang kepada Presiden RI
terkait maraknya penambangan pasir illegal di sekitar Gunung Merapi
4 Faktor ekonomi masyarakat yang menggantungkan nafkah dari galian pasir
Kegiatan penambangan pasir sering kali dilakukan masyarakat sekitar gunung api sebagai lahan untuk mencari
nafkah. Hal ini didasari juga karena sempitnya lapangan pekerjaan, rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
ketrampilan masyarakat mengakibatkan masyarakat memanfaatkan potensi alam yang ada di sekitarnya untuk
dijadikan sebagai mata pencaharian
Sebagaimana diinformasikan oleh BBC (2015) bahwa pada tahun 2015, satu truk pasir gunung api dihargai sebesar Rp
500.000 bila dijual di tempat, harga ini akan semakin tinggi apabila dijual di kota-kota besar. Meningkatnya kebutuhan
pasir gunung api untuk pembangunan infrastruktur, tingginya harga pasir dan ketersediaannya di sekitar lahan
masyarakat membuat banyak masyarakat beralih profesi menjadi penambang pasir.
5 Ketidaktahuan masyarakat terkait dampak lingkungan yang diakibatkan eksploitasi besar-besaran
Banyak penambang pasir yang kurang paham atas dampak penambangan pasir gunung api yang dilakukan secara
besar-besaran terhadap lingkungan. Penambang pasir saat ini hanya memiliki kepentingan meraup keuntungan, dan
belum memikirkan potensi kerusakan lingkungan. Pemerintah dinilai belum maksimal dalam melakukan edukasi
kegiatan pertambangan tanpa merusak lingkungan. Selain itu, keberlanjutan usaha jangka panjang juga belum
dipikirkan oleh para penambang pasir.
Pada tahun 2021, Pemerintah Provinsi DIY menutup 14 tambang pasir ilegal di sekitar gunung Merapi karena adanya
tidak adanya izin dan kerusakan lingkungan di daerah tersebut. Pada area pertambangan ditemukan banyak lubang
berkedalaman 50 sampai 80 meter (CNN, 2021). Dari aduan masyarakat di daerah Kerinci, dilaporkan bahwa aktivitas
penambangan pasir ilegal selama 10 tahun telah membuat wilayah tersebut dilanda banjir bandang pada tahun 2016,
2018 dan 2020.
Aduan kepada Presiden RI terkait rusaknya lingkungan akibat penambangan pasir illegal
dan massive dengan menggunakan alat berat di sekitar Gunung Kerinci
|
POLICY BRIEF MENGGANTUNGKAN NAFKAH DARI BENCANA GUNUNG API 3

