Page 3 - Policy Brief
P. 3
2 Peraturan mengenai tingkat komponen dalam negeri menghambat tumbuhnya industri PLTS.
Kementerian Perindustrian menerbitkan Peraturan Menteri
Nomor 5 tahun 2017 tentang Perhitungan Kandungan Lokal
dalam PLTS yang memuat ketentuan TKDN modul surya
ditingkatkan bertahap. Tahap pertama, nilai TKDN minimum 40%
kemudian naik minimal 50% per 1 Januari 2018. Selanjutnya naik
menjadi minimal 60% yang berlaku 1 Januari 2019.
Namun kebijakan pemerintah tersebut untuk saat ini tidak
sejalan dengan minimnya kapasitas pabrikan panel modul surya
dalam negeri. Menurut Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa,
komponen yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTS, belum
seluruhnya bisa diperoleh di dalam negeri, karena sebanyak 80
persen kebutuhan untuk modul surya masih impor sehingga. sulit
untuk memenuhi TKDN 40 persen. Salah satu komponen yang
saat ini belum diproduksi di Indonesia adalah kaca berjenis low
iron untuk bahan modul surya. Bahan baku pembuat kaca ini
masih diimpor dari Cina dan India yang lebih dulu
mengembangkan PLTS.
3 Harga baterai sebagai media penyimpanan listrik PLTS off grid masih mahal.
Salah satu komponen penting agar PLTS off grid agar dapat beroperasi siang dan malam adalah baterai. PLTS off-grid
merupakan pembangkit listrik yang berdiri sendiri/stand alone tidak terhubung ke jaringan. Sistem ini menggunakan media
penyimpanan baterai untuk menjaga ketersediaan listrik ketika malam hari maupun ketika intensitas matahari menurun.
Namun baterai merupakan komponen termahal sekaligus titik terlemah PLTS karena saat ini harganya masih mahal dan pada
umumnya masih di impor dari luar negeri. Kemudian merupakan komponen yang pertama kali rusak jika tidak digunakan
dengan baik dan benar.
AGENDA KEBIJAKAN
Mengingat urgensi kebutuhan transisi energi terbarukan terutama energi surya, maka diperlukan masukan penguatan kebijakan
untuk mengakselarasi ketercapaian target bauran energi sebagai bahan masukan bagi perumusan nasihat dan pertimbangan Dewan
Pertimbangan Presiden, yang meliputi beberapa hal yaitu:
1 Penegasan peta jalan (roadmap) pengembangan PLTS
Pemerintah harus serius menggenjot pembangunan sektor di hulu PLTS, salah satunya dengan mendeklarasikan besaran
kapasitas PLTS yang akan dibangun supaya ada investor yang mau berinvestasi. Selain itu, pemerintah dinilai masih
memprioritaskan penggunaan pembangkit listrik energi fosil, terutama batu bara, dibandingkan pembangkit energi
terbarukan. Hal ini terlihat dari sikap PLN yang baru akan fokus membangun pembangkit listrik EBT setelah merampungkan
mega proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW). Sekitar 20.000 MW listrik megaproyek ini berasal dari PLTU yang
berbahan bakar batu bara.
Kemudian, pemerintah diharapkan menentukan regulasi yang disusun selaras dengan peluang pasar dan target pasar yang
bisa menjadi daya tarik industri hulu untuk masuk di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan
Rancangan Peraturan Presiden.
2 Pemerintah perlu memperhatikan kapasitas industri dalam negeri dalam implementasi syarat TKDN
Tingginya syarat TKDN untuk PLTS saat ini sebesar 60% tidak sejalan dengan minimnya kapasitas
manufaktur modul surya dalam negeri. Demi memenuhi syarat TKDN, pengembang dihadapkan BPP= Biaya
pada kondisi dimana mereka hanya ditawarkan tarif murah sebesar 85% BPP lokal namun Pokok
diharuskan untuk menggunakan modul surya lokal yang harganya lebih mahal dibandingkan Penyediaan
dengan modul impor. Ketidakkonsistenan regulasi ini menyebabkan lambatnya pengembangan
PLTS di Indonesia.
RENDAHNYA PEMANFAATAN ENERGI LISTRIK SURYA
POLICY BRIEF | DI TENGAH KHATULISTIWA 3

